02/12/2025

Semeton Barong Munggu: Menghidupkan Warisan, Menggetarkan Penonton

 Semeton Barong Munggu: Menghidupkan Warisan, Menggetarkan Penonton

Penampilan memukau Sanggar Seni Tari dan Tabuh Semeton Barong Munggu dari Kabupaten Badung saat mengikuti Wimbakara Tari Barong Ket dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (3/7) malam.

DENPASAR (Dewannews.com) Teriakan ribuan penonton membahana di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (3/7) malam, saat para seniman dari Kabupaten Badung naik ke atas pentas. Melalui Sanggar Seni Tari dan Tabuh Semeton Barong Munggu, Badung kembali membuktikan diri sebagai kekuatan utama dalam Wimbakara (lomba) Tari Barong Ket di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025.

Usai menyandang gelar juara pada PKB 2024, Badung tampil memukau dengan garapan sarat makna, mempertemukan kekuatan estetika tradisi dengan disiplin fisik tingkat tinggi. Penonton dibuat terkesima dengan harmoni gending, gerak tedung, dan tampilan barong yang menyatu padu.

Malam itu, Badung bersaing dengan tiga kontingen lain: Sanggar Seni Hari Dwipa Gamelan Group (Tabanan), Sanggar Seni Wedanta (Karangasem), dan Sekaa Gong Pancer Gita Wrdhi Winangun (Denpasar).

Baca Juga:  Petruk Dicekal di PKB, De Gadjah: Jangan Bawa-Bawa Politik ke Seni!

Usung Tema Jagad Kerthi, Bangkitkan Warisan Seni Munggu

Ketua Sanggar Semeton Barong Munggu sekaligus pembina tari, I Putu Eka Darmayasa, mengungkapkan penampilan Badung tahun ini dirancang mengacu pada tema PKB 2025, “Jagad Kerthi”.

“Bukan sekadar mempertontonkan keindahan gerak dan bunyi, kami ingin mengangkat seni sebagai martabat Jagat — agar terpelihara dan dimuliakan,” ujar Eka Munggu, sapaan akrabnya.

Baca Juga:  Walikota Jaya Negara Hadiri Karya Mapadudusan Pura Dalem Ularan Tatasan Kaja

Garapan Barong Ket dari Badung memadukan estetika dan filosofi lokal melalui pola bebadungan — gaya khas yang kerap muncul pada bagian “guak macok” (adegan agresif barong) dan pelayon (iringan akhir). Menurutnya, elemen pelayon yang sempat tenggelam di Desa Munggu kini dihidupkan kembali sebagai bagian dari inovasi musikal sanggar.

“Kami menggali warisan musikal pelayon khas Munggu dan mengangkatnya kembali ke panggung,” imbuh Eka.

Baca Juga:  Tak Ada Mati Lampu! PLN Pastikan Dukung IFSC Climbing World Cup Bali 2025

Latihan Empat Bulan, Penari Harus Punya Fisik Prima

Mempersiapkan pertunjukan di PKB tidaklah mudah. Eka menyebut proses latihan berlangsung intens selama empat bulan, dengan frekuensi empat kali seminggu, menyesuaikan jadwal para seniman yang sebagian besar bekerja di sektor pariwisata.

“Latihan kami atur agar tidak lewat jam 11 malam. Ini penting untuk menjaga stamina seniman,” ujarnya.

Baca Juga:  PLN Dorong Transisi Energi Hijau Lewat Festival Anak Muda di Bali

Barong Ket dikenal menuntut kekuatan fisik tinggi dari penarinya, terutama pada penari bapang barong. Dalam pertunjukan kali ini, sanggar menurunkan 27 orang penabuh, dua penari bapang barong, dan dua penari tedung.

“Barong itu benda mati. Tantangannya adalah bagaimana penari bisa menghidupkan energi dan karakter dari tubuh barong. Maka power dan ketahanan fisik jadi syarat utama,” tegas Eka Munggu.

Baca Juga:  Dharma Wacana HUT ke-14, OJK Tegaskan Pentingnya Tri Hita Karana dalam Industri Keuangan

Penampilan Spektakuler, Energi Tradisi Terjaga

Penampilan Sanggar Semeton Barong Munggu tak hanya mencuri perhatian, tetapi juga membangkitkan antusiasme publik terhadap warisan seni lokal yang nyaris pudar. Sorak sorai penonton malam itu menjadi bukti bahwa kesenian tradisional tetap memiliki tempat kuat di hati masyarakat Bali.

Lewat kerja keras dan dedikasi, Badung membuktikan bahwa seni tradisi bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan napas masa kini yang terus bergerak — kuat, hidup, dan membanggakan.  (r)