Kenali Anak Sebagai Pelaku dan Korban Kriminalitas Online
Dr. dr. Anak Ayu Sri Wahyuni SpKj. Psikiater
DENPASAR (Dewannews.com) – Internet dan media sosial kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi generasi muda. Namun, di balik peluang besar untuk belajar, berkreasi, dan berinovasi, dunia digital juga menyimpan ancaman serius: anak bisa menjadi korban maupun pelaku kriminalitas online.
Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia melonjak tajam dalam satu dekade terakhir. Jika pada 2007 hanya ada sekitar 20 juta pengguna, maka pada 2021 jumlahnya sudah menembus 202,6 juta, dan pada 2024 mencapai 221,56 juta orang. Data Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan mencatat mayoritas anak usia 5 tahun ke atas sudah terbiasa mengakses internet, terutama untuk media sosial dengan persentase 88,99%.
Pandemi Covid-19 mempercepat tren ini karena sekolah hingga aktivitas sehari-hari berpindah ke ruang digital. Sayangnya, tingginya penggunaan internet oleh anak dan remaja juga membuka peluang besar bagi tindak kriminalitas di dunia maya.
Ancaman Kriminalitas Online pada Anak
Menurut Dr. dr. Anak Ayu Sri Wahyuni SpKj, terdapat beberapa bentuk ancaman utama yang perlu diwaspadai:
1. Cyberbullying (Perundungan Online)
Anak bisa menjadi korban maupun pelaku perundungan digital. Dampaknya tidak ringan, mulai dari depresi hingga gangguan perilaku. Karena itu, orang tua perlu aktif mengawasi aktivitas anak di media sosial serta mengenali tanda depresi maupun gangguan perilaku.
2. Game Online dan Judi Online
Dunia game kerap menjadi “dunia kedua” bagi anak. Namun, sifat adiktif permainan dapat memicu kecanduan hingga mendorong anak mencoba judi online. Ciri-cirinya antara lain anak mudah cemas, sulit fokus, dan menarik diri dari lingkungan nyata.
3. Online Grooming dan Sexting
Predator online menyamar sebagai teman sebaya untuk menjebak anak dengan iming-iming hadiah atau perhatian. Modus ini sering berujung pada eksploitasi seksual. Survei menunjukkan sekitar 2% anak usia 12–17 tahun di Indonesia pernah menjadi korban kejahatan seksual berbasis digital.
4. Paparan Pornografi dan Eksploitasi Seksual
Konten pornografi yang mudah diakses bisa mengubah persepsi anak tentang seks, memicu adiksi, serta membuat anak rentan menjadi korban eksploitasi. Lebih jauh, anak juga bisa tergelincir menjadi konsumen atau bahkan bagian dari peredaran konten terlarang tersebut.
Dampak Psikologis yang Serius
Eksploitasi seksual online membawa dampak jangka panjang pada anak, seperti kecemasan, depresi, hilangnya rasa percaya diri, hingga gangguan stres pascatrauma.
“Anak-anak butuh pendampingan yang nyata. Orang tua, sekolah, dan masyarakat harus lebih peka terhadap tanda-tanda perubahan perilaku anak. Jangan biarkan mereka menghadapi dunia digital sendirian,” tegas dr. Anak Ayu.
Artikel ini merupakan bagian pertama. Pada tulisan berikutnya akan dibahas lebih dalam mengenai kekerasan seksual berbasis digital dan cara pencegahannya. (jk)
