25/10/2025

Taksu Mandala Ungasan Memukau di PKB ke-47, Usung Pesan Keseimbangan Lewat Seni Klasik dan Kreasi Baru

 Taksu Mandala Ungasan Memukau di PKB ke-47, Usung Pesan Keseimbangan Lewat Seni Klasik dan Kreasi Baru

Penampilan memukau para penari Komunitas Seni Taksu Mandala dari Desa Adat Ungasan dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (14/7).

DENPASAR (Dewannews.com) – Komunitas Seni Taksu Mandala dari Banjar Wijaya Kusuma, Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, tampil memukau dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 yang digelar di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (14/7). Membawa semangat pelestarian sekaligus inovasi, duta seni dari Badung ini menyajikan rangkaian tabuh dan tari klasik berpadu kreasi baru yang sarat makna budaya dan spiritualitas.

Pembina Pelegongan Klasik Taksu Mandala, Komang Trisandiasa Putra, menyebutkan penampilan tahun ini menjadi momentum penting untuk memperkenalkan kembali kekayaan seni klasik kepada generasi muda, sekaligus menghadirkan inovasi yang berpijak kuat pada akar tradisi.

Baca Juga:  Kanwil DJP Bali Kumpulkan Penerimaan Pajak Sejumlah Rp9,31 Triliun Hingga Juli 2024

“Kami juga membina Legong kreasi berjudul Manohara. Judul ini terinspirasi dari kata mantra Manoharam, yang bermakna keseimbangan. Filosofi ini kami kaitkan dengan Jagat Kerthi, tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam, antara putih dan hitam, feminin dan maskulin,” ungkap Komang Trisandiasa.

Ia menambahkan, dalam proses kreatifnya, karya ini juga mengadopsi spirit cak khas Desa Ungasan yang memperkuat kolaborasi musikal dan koreografi. Sebanyak 30 seniman terlibat dalam pementasan ini, dengan persiapan latihan intensif selama empat bulan.

Baca Juga:  Kanwil DJP Bali Bersama Korwas Ditreskrimsus Polda Bali Sita Rumah Tersangka Pidana Pajak

Penampilan Penuh Nilai Filosofis

Penampilan Taksu Mandala diawali dengan Tabuh Petegak Palegongan Klasik berjudul Kulicak, karya warisan maestro tabuh I Gusti Putu Made Geria. Terinspirasi dari suara burung Kulicak, komposisi klasik era 1970-an ini dibangkitkan kembali oleh generasi muda Ungasan. Pembinaan musikalnya ditangani I Komang Sukajaya Sudarma, S.Sn, dengan tata busana penabuh dari Kicuk Collection, serta dukungan penuh dari Kelian Desa Adat dan Perbekel Desa Ungasan.

Dilanjutkan dengan Tabuh Petegak Palegongan Kreasi berjudul Saet Wangsul, karya I Wayan Pradnya Pitala, S.Sn. Tabuh ini menjadi simbol ikatan emosional masyarakat Ungasan terhadap tanah kelahirannya. Konsep musikalnya terinspirasi dari pengolahan vokal kata “wangsul” yang berarti kembali, menggambarkan perjalanan anak-anak Ungasan yang merantau menuntut ilmu ke luar negeri lalu pulang membangun desa.

Selanjutnya, disajikan Tari Legong Klasik Jobog yang menceritakan kisah perseteruan Sugriwa dan Subali dalam epos Ramayana. Dengan bimbingan artistik Ni Made Ratna Juwita, S.Sn, dan dukungan musikal dari I Komang Sukajaya Sudarma serta I Komang Budiarsa, tarian ini menampilkan detail gerak legong yang anggun namun penuh emosi.

Baca Juga:  OJK Bali Dorong Penguatan Hukum Perkreditan untuk Bank Perkreditan Rakyat

Puncak Pertunjukan: Tari Manohara

Sebagai puncak penampilan, Taksu Mandala membawakan Tari Legong Kreasi Manohara, digarap oleh Kadek Ayu Diah Mutiara Dewi, S.Sn, dan Ni Putu Putri Laksmi Dewi, S.Sn. Tarian ini terinspirasi dari filosofi Rwa Bhineda, tentang keseimbangan dua hal yang berlawanan. Dengan harmoni gerak yang memadukan kelembutan dan kekuatan, Manohara menyampaikan pesan spiritual untuk menerima perbedaan sebagai kunci mencapai kehidupan yang harmonis. Pengiring musik ditata oleh I Nyoman Tri Sandyasa, S.Sn.

Baca Juga:  Budiman Sudjatmiko Bakar Semangat Koalisi Saat 'Deklarasi kemenangan Prabowo-Gibran Satu Putaran'

Dukungan Desa Adat Ungasan

Bendesa Adat Ungasan, Wayan Disel Astawa, menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap eksistensi kesenian di desanya.

“Kami berterima kasih karena diberi kesempatan tampil di PKB ke-47. Setelah sebelumnya gong kebyar, kali ini giliran komunitas seni Taksu Mandala menampilkan pelegongan klasik. Ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Ungasan, terutama generasi muda,” ujarnya.

Baca Juga:  Desa Negari Jadi Lokasi KKN-PMM Mahasiswa Warmadewa, Ini Programnya

Ia menegaskan bahwa pelestarian seni, adat, dan budaya tidak semata-mata bergantung pada anggaran, tetapi lebih kepada niat, kemauan, dan bakat.

“Kalau tidak ada bakat dan niat, sebesar apapun anggaran yang diberikan pasti akan sia-sia. Astungkara, generasi muda kami di Ungasan punya semangat untuk terus menjaga dan mengembangkan seni budaya,” tandasnya. (r)