12/12/2024
12/12/2024

Irony of Being: Tiga Seniman Sajikan Refleksi Kehidupan di Biji Art Space

 Irony of Being: Tiga Seniman Sajikan Refleksi Kehidupan di Biji Art Space

Karya seni dalam pameran Irony of Being di Biji Art Space oleh Sawidji Studio

Gianyar (Dewannews.com) Pameran seni bertajuk “Irony of Being” menghadirkan kolaborasi tiga seniman, Agus Kama Loedin, Loka Suara, dan Uuk Paramahita, di Biji Art Space, Ubud, Bali. Pameran ini berlangsung mulai 8 Desember 2024 hingga 4 Januari 2025, menggali kompleksitas kehidupan melalui karya seni yang penuh makna.

Pameran ini akan dibuka dengan prosesi spesial oleh Putu Suasta dan Putu Sudiana Bonuz, pemilik Batu 8 Studio. Kejutan khusus disiapkan untuk pembukaan pada 8 Desember 2024 pukul 18.00 WITA, yang juga akan dimeriahkan penampilan musisi Arif Hendrasto dan Angga Waskta.

Baca Juga:  Golkar Bali Apresiasi Jasa Ida Cokorda Gede Ngurah Terhadap Partai

Dikuratori oleh Sawidji Art Space, pameran ini mengangkat pertentangan antara dunia internal manusia dan realitas luar yang kompleks. Penulis Dian Dewi menyebut bahwa pameran ini hadir sebagai refleksi di tengah euforia akhir tahun, mengajak pengunjung merenungkan ironi kehidupan modern.

Ketiga seniman memiliki pendekatan unik dalam menafsirkan tema, Loka Suaramengeksplorasi ironi dalam bentuk visual melalui kanvas yang tampak belum selesai, menghasilkan karya abstrak yang mencerminkan proses yang terbalik. Uuk Paramahitamenghadirkan lukisan penuh warna yang menggambarkan “orang-orang kecil” dalam dunia besar, mengajak penonton merenungi kehidupan sehari-hari dengan optimisme. Agus Kama Loedin memadukan filosofi Jawa kuno dengan seni kontemporer lewat patung kawat warna-warni yang menyampaikan narasi spiritual dan budaya.

Baca Juga:  Buka MPLS Tingkat SMP, Walikota Jaya Negara Tegaskan Stop Bullying dan Kuatkan Benteng Budaya

Dian Dewi menjelaskan bahwa meski menggunakan pendekatan berbeda, karya-karya mereka terhubung oleh benang merah ironi.

“Loka berbicara tentang individu, Uuk menyoroti hubungan sosial, dan Agus mendalami dimensi spiritual,” kata Dian.

Budayawan Putu Suasta menambahkan bahwa ironi kehidupan adalah bagian tak terpisahkan dari realitas modern.

“Tuntutan hidup semakin tinggi, namun cara mencapainya semakin sulit,” ujarnya.

Baca Juga:  HPN 2024: PLN Sukses Nyalakan Pelanggan Tambah Daya, Dukung Peningkatan Kapasitas Pendidikan ISI Denpasar

“Irony of Being” bukan sekadar pameran seni, melainkan ajakan untuk merenungkan keberadaan manusia di tengah kontradiksi hidup. Melalui karya mereka, Agus, Loka, dan Uuk mengajak pengunjung untuk memahami bahwa ironi adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus diterima dengan kesadaran. (jk/r)