Penuh Rekayasa,Teddy Raharjo Yakin Kasus Supariyani Ne Bis In Idem
DENPASAR-Dewannews.com|Mantan Pemegang Saham Pengendali (PSP) sekaligus Direktur Utama PT. BPR KS Bali Agung Sedana (BPR KS), Nyoman Supariyani, selaku terus berjuang mendapatkan keadilan.
Diketahui, Supariyani menghadapi serangkaian masalah hukum dan administratif setelah bank yang dipimpinnya dilikuidasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena kekurangan setoran modal.
Untuk itu, melalui kuasa hukumnya Teddy Raharjo, SH., dkk, Supariyani memohon perlindungan hukum serta keadilan, jelang putusan sela di PN Denpasar, Selasa mendatang (11/7/2024).
“Bila mana ada gugatan keperdataan, maka perkara pidananya harus ditangguhkan, dan pada sidang sebelumnya kami sudah mengajukan penangguhan,” terang Teddy kepada wartawan di Denpasar, Jumat (5/7/2024), didampingi tim Sabam Antonius, SH., Rudi Hermawan, SH., Anindya Primadigantari, SH., MH., dan Putu Sukayasa Nadi, SH., MH.
Untuk itu, kliennya berharap agar ada keadilan yang menyatakan bahwa penutupan BPR KS/Likuidasi BPR salah prosedur, sehingga perlu dipulihkan eksistensinya.
Kemudian yang kedua, menyatakan surat ketetapan tanggal 3 Maret 2023 tentang penetapan Tersangka Nyoman Supariyani batal demi hukum Serta kasus ini dinyatakan merupakan Ne Bis in Idem (perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya).
“Klien kami juga berharap bahwa laporan polisi tanggal 15 Desember 2020 tidak dapat dilanjutkan atau SP3. Serta klien kami meminta nama pribadinya dipulihkan,” imbuh Teddy. Untuk diketahui, pada saat proses akuisisi BPR KS (sebelumnya PT. BPR Lasia Jaya), Supariyani direkomendasikan oleh Bank Indonesia untuk menjadi Direktur Utama dan PSP.
Namun, akibat likuidasi yang dilakukan OJK, Supariyani didakwa melakukan penggelapan sebesar Rp 24 miliar. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, dakwaan tersebut tidak terbukti, namun Supariyani tetap divonis bersalah berdasarkan Pasal 49 ayat (1) huruf a, Pasal 49 ayat (2) huruf b, dan Pasal 50 A UU Perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ia dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, yang kemudian dikurangi menjadi 5 tahun oleh Pengadilan Tinggi. Permohonan kasasi yang diajukan Supariyani ditolak oleh Mahkamah Agung.Setelah likuidasi, Supariyani dilaporkan oleh OJK dan telah menjalani vonisnya serta dibebaskan.
Namun, masalah terkait gedung BPR KS muncul kembali ketika Tim Likuidasi mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Meski masalah gedung dianggap sudah selesai melalui keadilan restoratif, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kembali melaporkan Supariyani dengan tuduhan yang mengarah pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Supariyani lewat Kuasa Hukum mengungkapkan, Tim Likuidasi dan Prancasius I Made Rance Dwiputra alias Yance (pemilik gedung yang juga komisaris sekaligus pemegang saham), melakukan rekayasa dalam kasus ini.
“Yance tidak mengakui adanya jual beli gedung, meski bukti-bukti menunjukkan uang muka pembelian gedung sebesar Rp 4,8 miliar masuk ke rekening Yance di BPR KS,” ungkap Teddy.
Supariyani juga menolak membuat Pengakuan Hutang (PH) yang diminta oleh Tim Likuidasi, karena saat penyerahan Sertifikat Hak Milik (SHM), masalah gedung dianggap sudah selesai. Supariyani telah mengajukan praperadilan dan mengirim surat kepada Propam Polda Bali serta LPS untuk menyelesaikan masalah ini melalui keadilan restoratif.
Namun, hingga kini, belum ada tanggapan memuaskan dari pihak terkait. Supariyani juga menegaskan bahwa putusan perdata yang sudah inkracht harus final dan binding sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi.“Harapan dari klien kami adalah keadilan yang seadil-adilnya,” pungkas Teddy.(DN)