04/10/2024
04/10/2024

Selain Tuntutan Penjara, Jaksa KPK Juga Tuntut Hak Politik Eka Wiryastuti Dicabut Selama 5 Tahun

 Selain Tuntutan Penjara, Jaksa KPK Juga Tuntut Hak Politik Eka Wiryastuti Dicabut Selama 5 Tahun

Mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti menjalani sidang dengan agenda tuntutan.Foto/Ist

DENPASAR-Dewannews.com|Mantan Bupati Tabanan dua periode, Ni Putu Eka Wiryastuti dan I Dewa Nyoman Wiratmaja selaku staf khusus bupati Tabanan yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap kepada dua oknum pejabat di Kementerian Keuangan dituntut masing-masing dituntut 4 tahun dan 3,5 tahun penjara.

Dalam sidang, Kamis (11/8/2022) tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama dan berlanjut. Selain menuntut hukuman penjara, JPU juga menuntut kedua terdakwa dengan pidana denda.

Keduanya oleh JPU masing-masing dituntut dengan hukuman denda Rp 110 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 3 bulan. Untuk Eka Wiryastuti yang merupakan politisi, jaksa juga menuntut agar hak politiknya dicabut selama 5 tahun.

Baca Juga:  Wajib Pajak UMKM, Patut Kenali Hak dan Kewajiban Perpajakannya

“Terdakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama,” sebut tim Jaksa KPK di muka sidang yang digelar secara offline alias tatap muka di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Usai sidang kuasa hukum Eka Wiryastuti, Gede Kusuma Wijaya mengayakan bahwa, KPK mendalilkan bahwa dalam kasus ini, Eka Wiryastuti sebagai otak pelakunya, sementara Dewa Nyoman Wiratmaja sebagai pelakunya. Tapi, Gede Kusuma mengatakan bahwa, sebagaimana keterangan dari saksi ahli yang diajukan yang menyatakan bahwa representatif itu tidak dikenal dalam tatanan hukum acara pidana.

“Karena representatif itu hukumnya ada di hukuman administrasi negara,” katanya. Selain itu, ada keterangan saksi dalam sidang mengatakan bahwa, terdakwa Eka memberikan saran kepada OPD itu untuk berkoordinasi.”Pertanyaannya sekarang, berkoordinasi itu legal apa nggak ? Legal, itu adalah tanggung jawab dia (Eka Wiryastuti ) sebagai Bupati,” ungkapnya.

Baca Juga:  PLN Kembali Raih Best Green Loan Internasional atas Akselerasi Transisi Energi

Dia menyebut, akan menjadi berbeda jika berkoordinasi itu disalahgunakan. Dan bila hal ini terjadi, maka perbuatan pidananya dibebankan kepada yang menjalankan koordinasi. “Kita akan mengajukan pledoi atau pembelaan pada sidang selanjutnya,” pungkas Wijaya Kusuma.

Seperti diberitakan sebelumnya, Mantan Bupati Tabanan dua periode, Ni Putu Eka Wiryastuti (47) dan I Dewa Nyoman Wiratmaja selaku staf khusus bupati Tabanan ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan tahun 2018.

Penetapan Eka Wiryastuti tersangka, setelah KPK melakukan pengumpulan alat bukti dan berdasarkan fakta persidangan dalam perkara Yaya Purnomo (pejabat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan).

KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan pada Oktober 2021. Kasus ini berawal sekitar Agustus 2017, Eka Wiryastuti mengajukan permohonan Dana Insentif Daerah (DID) dari Pemerintah Pusat senilai Rp 65 miliar.Untuk pengurusannya, Eka Wiryastuti memerintahkan Nyoman Wiratmaja menyiapkan kelengkapan administrasi permohonan tersebut.

Baca Juga:  Upacara HUT Ke-79 RI di IKN Berlangsung Khidmat, Listrik PLN Aman Tanpa Kedip

Eka Wiryastuti juga memerintahkan Nyoman Wiratmaja menemui serta berkomunikasi dengan Yaya Purnomo dan Rifan yang diduga memiliki kewenangan dan dapat mengawal usulan dana DID untuk Kabupaten Tabanan 2018.Sebagai kompensasinya, Yaya dan Rifan diduga meminta “dana adat istiadat” alias fee sebesar 2.5 persen dari alokasi dana DID Kabupaten Tabanan tahun 2018.

Nyoman Wiratmaja kemudian meneruskan permintaan tersebut kepada Eka Wiryastuti dan disetujui. Lalu, sekitar Agustus hingga Desember 2017, Nyoman Wiratmaja diduga menyerahkan “dana adat istiadat” itu secara bertahap kepada Yaya Purnomo dan Rifan di salah satu hotel di Jakarta yang jumlahnya sekitar Rp 600 juta dan USD 55.300.(Tim)