Tiga Terdakwa Kasus Penipuan Jual Beli Tanah di Jalan Kampus Unud Mengaku Bersalah
DENPASAR-Dewannews.com|Tiga terdakwa kasus dugaan penipuan/penggelapan, Puthut Gunawan (51), I Made Suma Wijaya (52) dan I Made Alit Suandika (34) akhirnya mengakui perbuatannya. Meski begitu, dalam sidang, Selasa (2/4-2024) di Pengadilan Negeri Denpasar, untuk membuat ketiga pelaku mengakui perbuatan tidaklah muda.
Ketiga terdakwa awalnya nampak berbelit belit saat memberikan keterangan. Tapi majelis hakim pimpinan I Wayan Yasa yang sudah menduga bahwa ketiga terdakwa berbohong itu terus mencecar dengan sejumlah pertanyaan sehingga para terdakwa terdesak dan mengakui perbuatannya.
Awalnya hakim bertanya kepada terdakwa Puthut soal bagaimana terdakwa Puthut bisa mendapat surat kuasa menjual dari terdakwa Suma. Puthut mengatakan bahwa, dia mendapat surat kuasa dari terdakwa Suma karena terdakwa Suma memiliki hutang kepadanya sebesar Rp 7.600.000.000.
“Suma mengaku tanah seluas 30 are yang terletak di Jalan Kampus Unud itu adalah miliknya, jadi untuk kompensasi hutangnya kepada saya sebesar Rp 7,6 miliar, saya diberi kuasa untuk menjual, mentransaksikan dan menerima uang pembayaran dari pembeli tanah jika mendapatkan pembeli,” ungkap terdakwa Puthut.
Singkat cerita atas tanah yang berlokasi di Jalan Kampus Udayana terdakwa Suma mendapatkan pembeli yaitu korban Mujianto dan Lenny. Kedua korban rencananya akan membeli tanah itu seluas dua are. “Pada saat transaksi tanah di notaris saya baru mengenal korban Mujianto, awalnya saya memang tidak pernah kenal dengan Mujianto,” ujar terdakwa Puthut.
Terdakwa Puthut mengakui tidak pernah mengecek apa benar tanah seluas 30 are yang dikuasakan kepadanya itu adalah benar tanah miliki Suma atau bukan. Meski belakangan Puthut mengetahui bahwa tanah itu bukan milik Suma, tapi Puthut tetap saja tidak mengembalikan uang korban yang sudah dibayarkan kepadanya untuk membeli tanah seluas dua are.
Begitu pula dengan terdakwa Suma, meski awalnya berbelit belit soal kepemilikan tanah itu, akhirnya dia mengakui terus terang bahwa tanah itu memang bukan miliknya.”Logika berpikirnya begini, tidak mungkin kalau tanah itu milik kita tapi diatasnamakan ke orang lain. Dari sini saja sudah kelihatan bahwa terdakwa sudah berbohong,” cecar hakim.
Terdakwa Suma hanya mengatakan, tanah itu dianggap milikinya karena dulu pernah dimanfaatkan untuk menanam jagung. Tapi sayang hakim tidak percaya begitu saja dan terus menghujani terdakwa Suma dengan pertanyaan yang membuatnya mengaku bersalah karena telah menipu kedua korban.
“Seharusnya anda (terdakwa Suma) menanyakan ke kepala lingkungan atau kepala desa atau pejabat berwenang soal siapa pemilik tanah itu sebenarnya,” timpal hakim yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Suma. Hakim juga sempat menanyakan soal oknum pegawai BPN yang sempat menyakin korban bahwa tanah yang tawarkan terdakwa aman untuk ditransaksikan.
“Kenapa harus pegawai BPN yang terdakwa panggil bukan terdakwa yang menemuinya di kantor?,” tanya hakim yang dijawab Soma bahwa yang mendatangkan pegawai BPN adalah saksi Asep dan Iyon. Meski begitu, terdakwa Suma tetap saja belum mengembalikan uang korban yang telah dikirim kepadanya untuk pembayaran tanah di kavling 2 seluas 3 are.
Begitu pula terdakwa I Made Alit Suandika yang awalnya berbelit belit akhirnya mengakui juga bahwa tanah yang diatasnamakan kepadanya itu adalah bukan milik terdakwa Soma. Bahkan terdakwa Alit awalnya mengatakan jika dia tidak mendapat apa apa dari transaksi tanah, baik yang 2 are maupun yang 3 are.
“Tidak mungkin kamu tidak terima uang, kalau tidak terima uang kenapa mau dijadikan atas nama pemilik tanah?,” tanya hakim. “Saya hanya dijanjikan mendapatkan bayaran 50 persen dari harga tanah kalau tanah sudah laku terjual,” jawab Alit. Namun hingga sidang selesai, apakah terdakwa Alit menerima uang dari hasil transaksi tanah ini belum juga terungkap.(TIM)