02/12/2025

Korupsi Pengadaan Beras Hingga Rugikan Negara Rp 1,8 Miliar, Tiga ASN di Tabanan Diadili

 Korupsi Pengadaan Beras Hingga Rugikan Negara Rp 1,8 Miliar, Tiga ASN di Tabanan Diadili

Terdakwa pengadaan Beras ASN Pemkab Tabanan usai jalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (27/11).Foto/ist

DENPASAR-(Dewannews.com)-Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (27/11/2025) menyidangkan tiga orang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan beras bagi ASN di Kabupaten Tabanan.

Sebelumnya Perumda Dhaema Santika diperintahkan untuk mencari jalan keluar dari krisis keuangan. Tapi upaya itu malah disalahgunakan oleh ketiga terdakwa untuk mencari keuntungan sendiri.

Ketiga terdakwa itu adalah mantan Direktur Utama Perumda Dharma Santika, I Putu Sugi Darmawan (48), yang didudukkan sebagai Terdakwa I; eks Ketua DPC Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Tabanan, I Ketut Sukarta (59), dan mantan Manajer Unit Bisnis Ritel sekaligus pejabat internal perusahaan, I Wayan Nonok Aryasa (42).

Baca Juga:  Kliennya Ditersangkakan Kasus Dugaan Penggelapan, John Korassa Gugat Praperadilan

Sidang masih mengagendakan pembacaan dakwaan dasi tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tabanan yang dikomandani I Made Santiawan.

Dalam dakwaan terungkap, kasus ini bermula dari kondisi Perumda Dharma Santika yang terus merugi sejak berdiri.

Pada 2017 hingga 2019, perusahaan daerah tersebut mengalami defisit operasional lebih dari Rp 100 juta per bulan sehingga posisi ekuitas perusahaan berada di titik mengkhawatirkan.

Baca Juga:  Nenek 93 Tahun Diduga Ikut Palsukan Silsilah Diadili

Berangkat dari situasi itu, Putu Sugi warga Banjar Dinas Bajera Sari, Jalan Melati Nomor 25 Desa Bajera, Selemadeg yang menjabat Dirut pada periode 2017–2021 mengusulkan agar Perumda mengelola Program Beras ASN sebagai sumber pemasukan tetap.

“Program ini bertujuan untuk mendapatkan pemasukan tetap bagi perusahaan daerah tersebut,” beber JPU dalam sidang.

Atas usul tersebut, Putu Sugi menunjuk secara lisan Wayan Nonok asal Banjar Bongan Jawa Kangin, Desa Bongan, Tabanan yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Bagian Umum dan SDM, bersama sejumlah staf lain, untuk menyiapkan dan melaksanakan program.

Namun, penunjukan ini dinilai bertentangan dengan tugas pokok dan fungsi organisasi karena perencanaan seharusnya dikerjakan oleh Kepala Bagian Perencanaan.

Baca Juga:  Jadi Kurir Sabu dan Ganja, Pekerja Bengkel Divonis 9 Tahun Penjara

Meski demikian, Nonok tetap menjalankan peran itu dan pada 2020 malah diangkat menjadi Manajer Unit Bisnis Ritel.

Inti persoalan mencuat setelah adanya kesepakatan antara Perumda Dharma Santika dan DPC Perpadi Tabanan yang diketuai Ketut Sukarta asal Banjar Dinas Batannyuh Kaja Desa Batannyuh, Marga.

Dalam rapat koordinasi, diputuskan bahwa beras ASN yang disalurkan harus berjenis ‘Golongan C4 Premium’. Putu Sugi meminta kualitas itu agar perusahaan bisa menjual beras dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 12.800 per kilogram sehingga peluang memperoleh keuntungan lebih besar.

Singkat cerita, Ketut Sukarta mengaku mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, hal itu bertentangan dengan keadaan rillnya.

“Fakta lapangan menunjukkan seluruh beras yang dikirim sepanjang 2020–2021 tidak pernah memenuhi standar tersebut. Audit mutu yang dilakukan akademisi Universitas Udayana pada 2024 membuktikan bahwa mesin penggilingan di 52% anggota Perpadi adalah mesin lama (sebelum 2010), 65,52% tidak memiliki ayakan, dan kualitas beras yang dihasilkan hanya memenuhi standar beras medium, bukan premium.,” tutur JPU seraya mengatakan keluhan ASN pun mengalir seperti beras remuk, kuning, bau apek, hingga berkutu.

Baca Juga:  Dugaan Korupsi Dana SPI, Prof Antara Ditahan Kejaksaan

JPU mengungkapkan kelemahan mutu ini tidak ditindaklanjuti oleh Putu Sugi yang malah tetap menandatangani perjanjian, bahkan dengan tanggal mundur agar terlihat seolah-olah kesepakatan dibuat sebelum pendistribusian dimulai.

Padahal kenyataannya, sejak awal pengiriman pada September 2020 hingga kontrak selesai, beras yang diterima ASN Tabanan tidak pernah sesuai spesifikasi C4 Premium sebagaimana tercantum dalam perjanjian.

“Meski mengetahui beras yang dipasok tidak memenuhi standar, baik Putu Sugi maupun Nonok tetap mempertahankan kerja sama karena dianggap menguntungkan perusahaan,” ungkap JPU.

Baca Juga:  Hotman Paris: Tidak Ada Ketentuan Mewajibkan Pungutan Dana SPI Harus Berdasarkan PMK

Sepanjang September 2020 hingga Agustus 2021, total beras yang disalurkan ke OPD Tabanan mencapai 1.719.248,15 kilogram oleh 28 usaha dagang dan satu koperasi (KUD Kerambitan) yang tergabung dalam Perpadi.

Program beras kemudian dihentikan pada September 2021 karena pandemi Covid-19 membuat ASN tidak lagi menerima Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

JPU menegaskan harga pembelian beras dari Perpadi sebesar Rp 10.600 per kilogram jauh di atas harga beras medium di tingkat penggilingan di Bali. Selisihnya mencapai Rp 1.100 hingga Rp 1.781 per kilogram.

Dari total realisasi pembayaran sebesar Rp 18,218 miliar, nilai wajar yang seharusnya hanya Rp 16,367 miliar. Selisih inilah yang menjadi kerugian negara Rp 1,851 miliar.

Baca Juga:  Polresta Denpasar Amankan 4 Terduga Pelaku Penyerang Kantor Satpol PP Kota Denpasar

Pembagian harga Rp 10.600 itu terdiri dari Rp 10.300 untuk para penggiling (anggota Perpadi) dan Rp 300 sebagai fee DPC Perpadi. “Angka tersebut dinilai jauh di atas harga wajar beras medium di tingkat penggilingan,” tandas JPU.

Perbedaan ini menjadi komponen utama kerugian negara sebesar Rp 1.851.519.957,40 yang dihitung dari selisih realisasi pembayaran Rp 18.218.635.690,00 dengan nilai wajar yang seharusnya diterima Perumda, yakni Rp 16.367.115.732,60.(DN)