15/01/2025
15/01/2025

Pengangkatan Pembina Yayasan Dhyana Pura Tidak Sah, Ahli Subha Karma Sebut Bertentangan Undang-undang

 Pengangkatan Pembina Yayasan Dhyana Pura Tidak Sah, Ahli Subha Karma Sebut Bertentangan Undang-undang

Denpasar (Dewannews.com) Permasalahan Yayasan Dhyana Pura (YDP), yang menaungi Pusat Pendidikan dan Latihan Pariwisata (PPLP) dan Universitas Dhyana Pura kembali bergulir di pengadilan. Kali ini sidang sengketa terkait YDP, kembali digelar, Rabu (08/05/2024) di Pengadilan Negeri Denpasar, dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli.

Kali ini sidang menghadirkan ahli dari fakultas Hukum Unud, Dr Made Gde Subha Karma Resen SH., MKn. Pada persidangan ini, kedua penasehat hukum, baik dari penggugat dan tergugat, mempertanyakan terkait posisi pembina dalam suatu yayasan dan proses pengangkatan pembina. Pengangkatan Pembina yang telah diakta notariil adalah sah namun hal tersebut tidak cukup sebagai pengesahan harus melalui pemerintah yaitu kemenkumham

Berdasarkan pertanyaan yang diajukan dalam persidangan tersebut, Ahli Dr Made Gde Subha Karma Resen SH., MKn., menyampaikan bahwa Pengangkatan Pembina yang telah diakta notariil adalah sah namun hal tersebut tidak cukup sebagai pengesahan, harus pengesahan pemerintah yaitu Kemenkumham, namun apabila telah melampaui waktu 30 hari dalam proses Pengangkatan Pembina Yayasan ketika terjadi kekosongan pada jabatan Pembina Yayasan, maka hal tersebut tidak sesuai dengan undang-undang, sebagaimana penjelasan wetmatigheid dan rechtmatigheid maka Pengangkatan Tersebut adalah tidak sah, meskipun telah dimuat dalam akta Notaris dan telah  mendapatkan pengesahan dari kemenkumham.

Baca Juga:  Perlu Dibekali Kemampuan Bahasa Inggris untuk Satpol PP Khusus Pariwisata dan Bentuk 'Tourism Safety Security Center'

Hal itu kata Dr Subha Karma seperti yang diatur dalam Pasal 28 Ayat (4) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Untuk menjadi yayasan harus mendapatkan penetapan-penetapan sebagaimana prosedur-prosedur dalam pembuatan yayasan. Tidak cukup hanya dibuat dengan akta notaris, karena notaris itu merupakan pejabat umum.

Sehingga terkait hal itu, harus ada kewenangan negara yang dalam hal ini diwakili oleh kementerian Hukum dan Ham. Disanalah kata dia, ada proses pendaftaran badan hukum, dan sejak pendaftaran itulah, dinyatakan sah menjadi yayasan, begitu juga terkait perubahan perubahannya.

“Harus melakukan pendaftaran secara administratif di Kemenkumham, sehingga sesuai dengan aturan-aturan, sebagaimana diatur dalam undang-undang yayasan,” kata Dr Subha Karma.

Baca Juga:  Bebas Murni, Sukena Ucapkan Terima Kasih ke De Gadjah

Kuasa hukum penggugat, Sabam Antonius Nainggolan, SH., yang ditemui usai persidangan, menyatakan bahwa, ada beberapa poin penting yang bisa diambil. Pertama, ketika pembina terpilih belum mendapatkan SK Kemenkumham, maka pembina ini dinyatakan belum sah mewakili yayasan untuk melakukan perbuatan hukum apapun. Kedua, ketika terjadi kekosongan pembina, melewati batas waktu 30 hari sebagaimana  diatur dalam undang-undang yayasan pasal 28 ayat 4, untuk melanjutkan kepengurusannya, harus melalui penetapan Pengadilan.

“Ketiga, ketika yayasan dikatakan rugi, yang boleh menentukan pemeriksaan, adalah pemerintah,” terangnya.

Pasalnya, disana adalah domain publik, yang mana menurut ahli, yayasan itu merupakan badan hukum yang pengurus tidaklah sebagai pemilik. “Jadi ketika dikatakan rugi, harus melalui putusan pengadilan, untuk dilakukan pemeriksaan,” jelasnya didampingi tim kuasa hukum lainnya, Rudi Hermawan SH, I Putu Sukayasa Nadi,SH.,M.H., Anindya Primadigantari,SH.,MH., Komang Gede Reska Joanykernia Pradila, S.H., dari kantor SYRA LAW FIRM yang beralamat di jalan Tukad Batanghari No 15 A/ D, Panjer, Denpasar Selatan, Kota Denpasar.

Baca Juga:  OJK dan Pemerintah Daerah Bali Bersinergi Tingkatkan Sektor Prioritas Pertanian Bali

Lebih lanjut dikatakan, yayasan adalah badan hukum, yang sifatnya yang sudah diatur undang-undang. Untuk itu, maka yayasan harus tunduk kepada undang undang. “Yayasan tidak boleh ada lembaga lain yang mengintervensi, dan harus tunduk pada undang-undang,” tegasnya, sembari berharap, apa yang menjadi pernyataan ahli, bisa menjadi pertimbangan utama oleh hakim.

Disisi lain, kuasa hukum dari yayasan Dhyana Pura, Agus Tekom Korassa SH MH., mengatakan, dari peraturan gereja menyebutkan bahwa, Majelis Sinode Harian (MSH) menyebutkan bahwa  ex officio sebagai pembina. Kebiasaan sejak awal berdiri di tahun 1985, memang setiap pergantian MSH, secara otomatis terjadi pergantian pembina. Sehingga tidak dimungkinkan adanya kekosongan. Karena mengacu pada anggaran dasar, bahwa pembina dipilih setiap 4 tahun sekali dalam sidang Sinode.

Dengan 4 tahun sebagai pembina, termasuk pengurus pun sama berakhir. Untuk YDP ini, terakhir itu masa berakhir sekitar tahun 2020, kemudian terpilih yang baru, langsung serah terima pada 5 Agustus 2020. “Berarti tidak ada kekosongan,” sebutnya. (jk)