Fakta Hukum Persidangan Terdapat Temuan Bukti Baru Hasil Audit dalam Kisruh Yayasan Dhyana Pura
Denpasar (Dewannews.com) Perjalanan kasus atas dugaan penggelapan Yayasan Dhyana Pura menemui titik akhir di Persidangan Negeri Denpasar yaitu pada tahap putusan. Kantor Hukum SYRA LAW FIRM selaku Penasehat Hukum dari Terdakwa I sangat mengharapkan setitik keadilan bagi kliennya dimana dalam perjalanan sidang khususnya pembuktian, tidak ada satu bukti maupun saksi yang mengungkapkan kliennya melakukan atau turut melakukan perbuatan yang didakwakan
Terkait dengan temuan hasil audit KAP I Wayan Ramantha yang ditunjukkan di dalam persidangan, terdakwa 1 menghadirkan pula Ahli bernama Dr. Mohammad Mahsun, S.E., M.Si., Ak., CA., CPA., CPI., CFrA., CIPSAS., CHFI, dari Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk menanggapi hasil audit dari KAP Ramantha. Ahli mengatakan bahwasannya apabila hasil audit itu tidak didukung dengan 4 bukti dimaksud, maka kesimpulan adalah hasil audit tersebut tidak memenuhi standar profesional akuntan investigator.
“Bisa dikatakan, semakin tidak lengkap buktinya, maka semakin tidak berkualitas hasil investigasinya. Pada saat proses investigasinya tidak sesuai dengan standar, maka laporan hasil investigasinya juga dikatakan tidak bisa diandalkan begitu sebaliknya,” terangnya.
Atas keterangan ahli tersebut, pada kesempatan terakhir yang diberikan kepada para Penasehat Hukum terdakwa 1, dari SYRA LAW FIRM yaitu Sabam Antonius Nainggolan ,S.H., Rudi Hermawan, S.H., Anindya Primadigantari, S.H.,M.H, Adv I Putu Sukayasa Nadi, S.H.,M.H., selaku Penasehat Hukum terdakwa 1 memohon kepada Kantor Akuntan Publik Sodikin Budhananda Wandestarido untuk melakukan hitungan ulang atas hasil audit KAP I Wayan Ramantha. Hal itu sesuai dengan berkas dokumen yang sama yaitu dokumen yang di lampirkan oleh Alm. Ramantha pada BAP ( Berita Acara Permeriksaan ) almarhum tertanggal 20 Februari 2024, melampirkan temuan auditor dari KAP Sodikin Budhananda Wandestarido untuk membantah temuan audit KAP Ramantha dan mendukung pendapat dari Ahli yang telah diajukan.
Dalam temuan KAP Sodikin Budhananda Wandestarido terkuak fakta yang mencengangkan yang membuat miris situasi ini bahwa dari dokumen yang diperiksa oleh KAP I Wayan Ramantha yang dituangkan ke dalam BAP tertanggal tertanggal 20 Februari 2024 di Polda Bali. Terdapat pencatatan pengeluaran bukti cek yang tidak dicatatkan sebesar Rp. 46.021.638.389,- (Empat puluh enam Miliar dua puluh satu juta enam ratus tiga puluh delapan ribu tiga ratus delapan puluh sembilan rupiah).
“Sehingga jika hasil pemeriksaan KAP Ramantha yang semula Rp. 25.572.592.073,46,- dikurangkan dengan pencatatan pengeluaran yang tidak dicatatkan tersebut, yang merupakan fakta hukum dalam persidangan maka hasilnya seharusnya adalah sebesar Rp – 20.449.046.316 (minus dua puluh miliar empat ratus empat puluh sembilan juta empat puluh enam ribu tiga ratus enam belas rupiah),” terangnya.
Atas temuan yang tidak dicatatkan sebagai pengeluaran bukti cek tersebut telah dikonfirmasi kepada Staff auditor dari KAP Ramantha dalam sidang Pemeriksaan di Pengadilan Negeri Denpasar dengan gampangnya menjawab tidak dicatatkan karena tidak ada bonggol cek-nya. Dimana pengeluaran cek tersebut merupakan pengeluaran operasional rutin Universitas Dhyana Pura dan PPLP yang pembiayaan operasional tersebut melalui pencarian cek dari Bendahara Yayasan Dhyana Pura yang di lakukan oleh Staff dari Universitas Dhyana Pura dan PPLP.
Hal itu atas pengeluaran rutin tersebut tidak dianggap ada oleh KAP Ramantha dikarenakan tidak adanya bonggol dan merupakan kerugian bagi Yayasan Dhyana Pura adalah hal yang dipaksakan dan hal tersebut membuat hakim anggota yang memeriksa perkara mempertanyakan kembali bagaimana bisa hal tersebut disimpulkan menjadi penggelapan jika pengeluaran cek tersebut telah terjadi dan dapat dibuktikan penggunaanya.
Jika melihat kecacatannya yang ditemukan didalam persidangan dan kemudian dilakukan penghitungan ulang dari dokumen yang sama yaitu lampiran kertas kerja alm.Ramantha dalam BAP nya ditemukan Rp. 46.021.638.389 yang tidak dicatatkan sebagai pengeluaran cek atas Operasional Undira (Universitas Dhyana Pura ) dan PPLP selama 4 tahun yang mana pengeluaran tersebut adalah pengeluaran rutin serta pengeluaran atas pembangunan gedung E, namun di tuduh melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebesar Rp. 25.572.592.073,46,- melalui hasil audit KAP Ramantha.
Kuasa hukum dari Terdakwa 1 telah mengirimkan surat klarifikasi dan somasi kepada almarhum dan berbicara melalui telepon untuk meminta hasil audit dan melakukan perhitungan ulang secara transparan namun hal itu tidak ditanggapi dimana kecurigaan kuasa hukum terjawab di persidangan dan telah melakukan rekalkulasi melalui KAP Sodikin Budhananda Wandestarido ditemukan hasil audit yang sebenarnya adalah sebesar – Rp 20.449.046.316,- (minus dua puluh miliar empat ratus empat puluh sembilan juta empat puluh enam ribu tiga ratus enam belas rupiah).
“Selaku kuasa hukum dari terdakwa 1 telah melampirkan bukti temuan tersebut dalam Pledoi kami dan kami berkeyakinan hakim akan mempertimbangkan bukti yang merupakan fakta hukum dalam Persidangan dan akan memberikan putusan yang seadil -adilnya yaitu membebaskan terdakwa dari tuntutan penggelapan dalam jabatan yang tidak terbukti dan tidak dapat dibuktikan,” harap Sabam Antonius Nainggolan SH
Advokat dari Terdakwa I yaitu Sabam Antonius,S.H, Rudi Hermawan, S.H, Anindya Primadigantari, S.H.,M.H, I Putu Sukayasa Nadi, S.H.,M.H mengungkapkan bahwa tindak pidana penggelapan dengan pemberatan sebagaimana Pasal 374 KUHP, haruslah jelas dan terang mengenai barang apa yang digelapkan dan berapa jumlah barang yang digelapkan tersebut yang dilakukan oleh Terdakwa.
“Jadi bagaimana mungkin alat bukti yang tanpa kualitasnya bisa dipergunakan di Persidangan. Dengan adanya fakta hukum demikian, harapan kami, Majelis Hakim bisa memberikan putusan yang bijak, demi mewujudkan hukum yang berkeadilan,” tutupnya. (jk)