07/11/2025

Nenek 93 Tahun Diduga Ikut Palsukan Silsilah Diadili

 Nenek 93 Tahun Diduga Ikut Palsukan Silsilah Diadili

Terdakwa nenek Ni Nyoman Reja usai jalani sidang di PN Denpasar dengan menggunakan kursi roda,Kamis (22/5/2025).foto/ist

DENPASAR (Dewannews.com) – Nasib lansia bernama Ni Nyoman Reja (93) nampaknya tidak seberuntung lansia yang seharusnya menikmati masa tuanya di rumah dengan berbagai kesibukan. Pasalnya diusianya yang sudah lanjut itu dia malah harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Denpasar karena diduga turut serta melakukan tindak pidana pemalsuan silsilah.

Yang membuat miris, perempuan asal Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, itu hadir untuk disidang dengan menggunakan kursi roda karena keterbatasan fisik dan daya ingat yang mulai melemah.

Penasihat hukumnya, Vicensius Jala, menyebut kliennya sudah pikun dan kesulitan memberi keterangan secara konsisten. “Setelah ditanya sesuatu, sesaat sebelumnya ia lupa dengan ucapannya,” ujar Vicensius. Ia menambahkan, kondisi psikis Nyoman Reja juga terganggu karena kasus ini.

Baca Juga:  Tim BPK RI Adakan Pemeriksaan di Kodam IX/Udayana

Sang nenek disebut sering tidak bisa tidur dan mengkhawatirkan dua anaknya yang ditahan dalam kasus ini juga, salah satunya I Made Dharma. “Kadang-kadang beliau akan teringat dengan dua anaknya yang ditahan. Bahkan beliau sudah berpikiran bahwa dirinya akan dijebloskan ke penjara,” imbuh Vicensius.

Menurutnya, Nyoman Reja tidak tahu-menahu soal pemalsuan silsilah dan kemungkinan hanya ikut menandatangani dokumen tanpa memahami isinya. “Dia mungkin dijempolin sama yang buat. Ditanya pernah tanda tangan surat? Dia jawab pernah, tapi sambil nunjuk orang lain,” ujarnya.

Penasihat hukum menilai, usia dan kondisi kesehatan Reja sudah tidak memungkinkan untuk bertanggung jawab secara pidana. “Dari sisi perbuatannya mungkin ada, tetapi dalam hukum pidana yang diutamakan adalah niat (mens rea),” tegas Vicensius.

Baca Juga:  Tersangka Dana Ilegal Investree Rp2,7 T Ditangkap OJK dan Polri

Ia juga menekankan bahwa kasus ini semestinya diselesaikan lewat jalur perdata, bukan pidana. “Pidana itu adalah ultimum remedium, upaya terakhir. Harusnya perkara ini diselesaikan melalui gugatan perdata terlebih dahulu,” terangnya. Dalam perkara ini, Nyoman Reja didakwa bersama 16 terdakwa lainnya yang masih merupakan keluarga besar, mulai dari anak, cucu, hingga sepupu.

Mereka antara lain I Made Dharma, 64, I Ketut Sukadana, 58, I Made Nelson, 56, Ni Wayan Suweni, 55, I Ketut Suardana, 51, I Made Mariana, 54, I Wayan Sudartha, 57, I Wayan Arjana, 48, I Ketut Alit Jenata, 50, I Gede Wahyudi, 30, I Nyoman Astawa, 55, I Made Alit Saputra, 45, I Made Putra Wiryana, 22, I Nyoman Sumertha, 63, I Ketut Senta, 78, dan I Made Atmaja, 61.

Baca Juga:  Warga Afrika Pukul Korban dengan Sebatang Besi Diseret ke Pengadilan

Mereka didakwa melanggar Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 277 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena diduga membuat atau menggunakan silsilah palsu untuk menggugat hak atas tanah warisan. Dalam persidangan, para terdakwa melalui penasihat hukum dari Kantor Semeton Dharma, mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Salah satu kuasa hukum, Warsa T. Bhuwana, menyebut dakwaan JPU prematur karena perkara pokoknya masih berupa sengketa keabsahan silsilah yang belum diputus secara hukum tetap.

“Perkara ini seharusnya menjadi ranah perdata, dan belum dapat dibawa ke ranah pidana,” ujar Warsa. Ia menilai dakwaan melanggar ketentuan Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP serta mengandung ‘prejudicieel geschil’ atau sengketa perdata yang harus didahulukan, sesuai PERMA No. 1 Tahun 1956.

Baca Juga:  Beberkan Bukti Percakapan, Saksi Ahli Kejagung Sebut Prof Antara Tak Pernah Meminta Imbalan

Tim kuasa hukum pun meminta majelis hakim agar menerima nota keberatan para terdakwa, menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima atau batal demi hukum, membebaskan para terdakwa dari tahanan, serta membebankan biaya perkara kepada negara.(DN)