Mulai ada Titik Terang, Ipung Bakal Bawa Kasus Tanahnya ke Jalur Hukum
Nah, dari pertemuan di tanggal 29 Juli 2022 ini, Ipung mengatakan dia baru mengetahui bahwa HGB No 81, 82 dan 83 atas nama BTID itu adalah pecahan dari HGB No 4 yang diterbitkan pada bulan Juni 1993 dan akan berakhir pada bulan Juni 2023.
“Ini bagaimana ceritanya, kenapa bisa jadi HGB 81, 82 dan 83? Jadi menurut saya dengan memecah HGB no 4 menjadi tiga HGB ini adalah untuk mengaburkan HGB no 4 yang diterbitkan tahun 1993 itu. Makanya 2016 dan 2017, HGB nomor 4 yang awalnya diterbitkan bulan Juni 1993 dipecah untuk menutupi HGB nomor 4. Jelas sudah mau mengaburkan yang no 4 ini,” ungkapnya.
Ipung juga menyinggung soal jalan lingkar yang ada pada berita acara penyerahan lahan dari BTID ke pihak Desa Adat Serangan. “Jalan lingkar ini dari pintu masuk Pulau Serangan, depan jembatan melingkar di tepi Pulau Serangan jalan tanah yang diurug sebagai jalan sampai berhenti di penangkaran penyu, yang panjangnya 2 hektar 115 kilometer, Itu jalan lingkar. Makanya tadi, bagaimana ceritanya lompat menjadi jalan lingkar kesini,” jelasnya.
Ipung menambahkan, kata Desa Adat
tanah yang disebut miliknya ini dulu adalah jalan setapak. Artinya jelas bahwa tanah itu bukan diminta untuk dijadikan jalan dan diambil.
“Tidak mungkin diberikan sebagai jalan utama. Karena apa 2009, ibu saya digugat oleh 36 KK Warga Kampung Bugis yang menempati tanah saya tanpa hak yang juga adalah sertifikat nomor 69 yang luasnya 94 are, artinya secara yuridis siapa yang punya tanah ini,” ujar Ipung bertanya.