9 Terdakwa Kasus Narkotika Ajukan Kasasi, Baru 3 Dikabulkan
DENPASAR-Dewannews.com|Setelah beberapa terpidana kasus Narkotika di Denpasar mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dan sebagian besar dikabulkan, kini giliran beberapa terdakwa kasus yang sama mengajukan upaya hukum kasasi.
Setidaknya ada 9 terdakwa yang mengajukan kasasi. Mereka didampingi pengacara Teddy Raharjo.”Klien saya yang mengajukan kasasi ini rata-rata barang bukti Narkotikanya dibawah 5 gram atau lima batang pohon,” jelas Teddy Raharjo, Rabu (18/1/2022).
Dikatakan pula, dari 9 terdakwa yang mengajukan kasasi, 3 diantaranya sudah diputus dan mendapatkan potongan hukuman. Misalnya putusan kasasi untuk terdakwa Muhammad Randa Saptian. Oleh hakim tingkat kasasi dia dijatuhi hukuman 2 tahun dan 6 bulan.
Padahal sebelumnya, oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar maupun Pengadilan Tinggi Denpasar terdakwa Muhammad Randa Septian divonis 4 tahun, denda Rp 800 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dia oleh majelis hakim PN Denpasar dinyatakan terbukti bersalah tanpa hak atau melawan hukum menyimpan, menguasai, memiliki atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman seberat 0,52 gram.
Atas kondisi ini, Teddy Raharjo selaku kuasa hukum para terdakwa sangat optimis bila upaya hukum yang ditempuh para kliennya ini akan membuahkan hasil. “Saya optimis, karena sebagian besar para terdakwa ini adalah pemakai atau pecandu, sehingga hukukannya akan turun,” ujar Teddy Optimis.
Sebelumnya ada 14 terpidana kasus Narkotika mengajukan upaya hukum PK. Dari 14, 11 diantaranya dikabulkan dan mendapat potongan hukuman rata-rata dibawah 4 tahun penjara. Mereka juga didampingi pengacara Teddy Rahardjo.
Teddy menjelaskan, sebelum 14 terpidana ini mengajukan PK, rata-rata hukuman yang diterima dari majelis hakim PN Denpasar maupun hakim di PT Denpasar diatas 5 tahun.
“Padahal sesuai fakta persidangan mereka itu pemakai, dan jelas-jelas pada saat sidang mereka mengatakan bahwa membeli narkoba, baik itu ganja, sabu, ekstasi atau narkotika jenis lainya untuk dipakai sendiri,” terangnya.
“Tapi hanya karena Jaksa tidak memasang pasal untuk menjerat para pemakai atau penyalahguna, maka hakim akhirnya mengikuti dakwaan jaksa, dan menghukum dengan menyatakan bersalah menguasai, memiliki dan menyimpan narkoba,” ungkap Teddy.
Sementara itu, di antara 11 terpidana yang PK dikabulkan salah satunya adalah, Abdul Wahab dan Kirmanul Hakim. Dalam putusan PK, hakim menyebut mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari kedua terpidana dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 94/ Pid.Sus/2022/PN Dps tanggal 7 April 2022.
Dalam putusannya, hakim mengatakan terpidana I Abdul Wahab dan dan terpidana II Karmanul Hakim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum melakukan permufakatan jahat menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman dengan berat 0,12 gram.
Menjatuhkan pidana kepada terpidana I dan terpidana II oleh karena itu dengan pidana masing-masing penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda sejumlah Rp 800 juta Subsider 2 bulan kurungan,”demikian amar putusan hakim PK yang diketuai Drs. Burhan Dahlan, S.H., M.H.
Diketahui, sebelumnya kedua terpidana ini oleh majelis hakim PN Denpasar dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana permufakatan jahat, yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki Narkotika golongan I bukan tanaman.
Perbuatan kedua terdakwa ini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 Ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam surat dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa I Abdul Wahab dan terdakwa II Kirmanul Hakim oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp 800 juta subsider 4 bulan kurungan.
Teddy menjelaskan, sebenarnya, jika hakim berkeyakinan bahwa seorang terdakwa kasus Narkotika sebagai penyalahguna, hakim bisa memberikan hukuman dibawah minimal dari ancaman hukuman dari pasal yang ada dalam UU Narkotika.
Ini, kata Teddy Raharjo sudah diatur dalam SEMA No 4 tahun 2010 dan SEMA No 3 tahun 2011 tentang penempatan penyalahgunaan narkotika di lembaga rehabilitasi serta SEMA No 3 Tahun 2011.
Dalam SEMA No 3 Tahun 2011, kata Teddy sudah jelas menerangkan, bahwa hakim memeriksa dan memutus perkara harus didasarkan kepada Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (Pasal 182 ayat 3, dan 4 KUHAP).
Jaksa mendakwa dengan Pasal 111 atau Pasal 1 12 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa terbukti melanggar Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mana pasal ini tidak didakwakan.
Terdakwa terbukti sebagai pemakai dan jumlahnya barang bukti kecil (SEMA Nomor 4 Tahun 2010), maka hakim memutus sesuai surat dakwaan tetapi dapat menyimpangi ketentuan pidana minimum khusus dengan membuat pertimbangan yang cukup.
“Jadi jelas sudah sesuai SEMA itu hakim bisa menjatuhkan vonis di bawah ancaman minuman apabila berkeyakinan terdakwa adalah sebagai penyalahguna dan jaksa tidak mendakwa dengan dakwaan sebagai penyalahguna,” katanya.
Contoh kasus, kata Teddy, adalah kasus narkoba yang menimpa warga negara Jepang bernama Naoyuki Takeda. Dia oleh majelis hakim Pengadilan Denpasar divonis hukuman penjara selama 2 tahun 6 bulan atau 2,5 tahun.
“Padahal Naoyuki Takeda ini terbukti menanam, memelihara, memiliki, atau menyediakan Narkotika golongan I dalam bentuk tanaman yang ancaman hukuman minimalnya adalah 4 tahun. Tapi karena barang buktinya sedikit, maka hakim menjatuhkan vonis dibawa minimal, ” ujarnya.
Karena itu Teddy berharap agar putusan terhadap Takeda ini bisa berlanjut bagi terdakwa lainya yang memang secara fakta persidangan adalah pemakai.”Harapan saya kan putusan terhadap Takeda ini bisa dijatuhkan juga kepada warga lokal yang menang secara fakta adalah pemakai, barang bukti kecil,” harapnya.(Tim-DN)