Ada Bukti Baru, Teddy Raharjo Bersama Tim Optimis Menang Praperadilan
DENPASAR-Dewannews.com|Sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan mantan Direktur Utama BPR KS Bali Agung, Nyoman Supariyani terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Polda Bali terkait penetapan tersangka terhadap Nyoman Supariyani berdasarkan surat Nomor : S.TAP/06/III/2023/Ditreskrimsus, tanggal 3 Maret 2023, Rabu (29/3/2023) batal terlaksana.
Sidang praperadilan yang dipimpin hakim tunggal I Wayan Suarta itu batal digelar lantaran perwakilan dari pihak termohon dalam hal ini Polda Bali tidak memenuhi panggilan alias tidak hadir di ruang sidang. “Kami sudah memanggil termohon tapi rupanya termohon tidak hadir,” kata hakim tunggal I Wayan Suarta usai membuka sidang.
Karena pihak termohon tidak hadir, maka hakim Suarta memutuskan untuk menunda sidang hingga tanggal 10 April 2023 mendatang. “Kita tunda sidang hingga hari Senin tanggal 10 April 2023 karena dalam beberapa hari kedepan ini saya pribadi ada acara. Sementara kita akan mencoba memanggil kembali pihak termohon untuk hadir dalam sidang nanti,” tegas hakim Suarta sembari mengetuk palu tanda sidang ditutup.
Tidak hadirnya pihak termohon dalam sidang ditanggapi santai oleh kuasa hukum pemohon, Teddy Raharjo. Dia hanya mengatakan bahwa tidak hadirnya termohon dalam sidang pertama adalah hal yang biasa.” Tidak apa apa, masih ada waktu lain,” kata Teddy didampingi pengacara lainnya yakni, Sabam Antonius Nainggolan, Rudi Hermawan, Anindya Primadigantari, I Putu Sukayasa, Dewa Gede Artha dan Indra Triyanto yang ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri Denpasar.
Pada kesempatan ini Teddy Raharjo dkk, juga mengatakan bahwa, pihaknya sangat optimis jika permohonannya bakal dikabulkan oleh akim. Teddy menjelaskan, pihaknya saat ini telah mengantongi bukti baru yang nantinya akan dibuka di muka sidang praperadilan. Bukti baru itu berupa putusan perdata No 450/Pdt.G/2020/PN Dps. Dimana gugatan perdata dengan nomor No 450/Pdt.G/2020/PN Dps itu, pihak BPR KS Agung Sedana menggugat Nyoman Supariyani.
Dalam amar putusan gugatan perbuatan melawan hukum tersebut hakim menyatakan tergugat (Nyoman Supariyani/pemohon praperadilan ) dihukum untuk membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp 3.550.000.000. “Gugatan perbuatan melawan hukum ini berkaitan dengan jual beli gedung yang merupakan aset milik BPR KS Agung Sedana,” jelas Teddy Raharjo.
Masih menurut Teddy, hal ini menjadi aneh saat kliennya atau pemohon praperadilan dilaporkan dan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus jual beli aset BPR berupa gedung yang dikatakan menimbulkan kerugian hingga Rp 4,5 miliar.”Jadi pertanyaan saya, ini yang benar kerugiannya yang dialami pelapor dalam kasus jual beli aset BPR ini berapa, Rp 3,5 miliar atau Rp 4.5 miliar?,” ujar Teddy bertanya tanya.
Oleh karena itu, Teddy menyaran agar nilai kerugian yang disebut merugikan pelapor ini dihitung ulang agar tidak terjadi masalah di kemudian hari dan akan membuat keliannya merugi. “Sembari menghitung nilai kerugian, kan alangkah bijaksananya kalau penetapan tersangka terhadap klien kali ini dikesampingkan dulu,” harap Teddy Raharjo.
Yang terakhir, jelas Teddy kliennya atau pemohon praperadilan sangat tidak layak dijadikan tersangka mengingat sebelumnya termohon pernah dilaporkan atas kasus yang sama dan saat itu laporan dihentikan karena antara terlapor dan pelapor berdamai.”Kalau menurut kami kasus sudah tidak bisa maju lagi karena sebelumnya kan ada perdamaian,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pemohon mengajukan gugatan praperadilan karena tidak diterima ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus yang katanya pernah menjeratnya dan sudah menjalani hukuman. Teddy menjelaskan, pemohon praperadilan pada tahun 2017 telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana Perbankan sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 8 Oktober 2018.
Putusan tersebut menyatakan terdakwa Nyoman Supariyani atau pemohon tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai Anggota Dewan Komisaris Direksi atau Pegawai bank dengan sengaja tidak melaksanakan langkah langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam UU Ini dan perundang undangan lainnya.
Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap pemohon berikut dengan sangkaan pasal yang disangkakan terhadap tersangka berdasarkan surat ketetapan Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus Tentang Penetapan Tersangka ini merupakan Surat Ketetapan yang cacat hukum karena bertentangan dengan pasal 76 KUHP yang menyatakan melarang untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang telah dijatuhi pidana dan putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Dijelaskan lagi, Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 8 Oktober 2018 dengan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus merupakan hal yang sama, dengan demikian rangkaian hukumnya merupakan pengulangan dan dapat dikatakan Ne Bis In Idem.
Bahwa Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus tanggal 3 Maret 2023 bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 1956 mengingat obyek sengketa adalah jual beli Gedung milik aset BPR KS dimana BPR KS telah membeli dari P.I Made Yance Dwiputra secara dibawah tangan.
Atas hal itu, Pemohon telah melayangkan gugatan terhadap P.I Made Yance Dwiputra dan LPS selaku Pelapor dalam Laporan Polisi nomor LP/ 453/ XII/2020/Bali/SPKT tanggal 15 Desember 2020. Sebagaimana gugatan nomor : 1258/Pdt.G/2022/PN Dps.”Gugatan ini kami layangkan sebelum dikeluarkannya surat penetapan tersangka,” tegas Teddy.
Dengan demikian, sebagaimana ketentuan pasal 81 KUHP menyebutkan penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan Pra Yudisial, menunda daluwarsa. “Maka sudah selayaknya Surat Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus tanggal 3 Maret 2023 tentang penetapan tersangka terhadap pemohon dibatalkan,”pungkas Teddy Raharjo.(DN)