Tak Terima Dijadikan Tersangka, Mantan Direktur Utama BPR KS Bali Agung Sedana Ajukan Praperadilan
DENPASAR-Dewannews.com|Mantan Direktur Utama BPR KS Bali Agung Sedana, Nyoman Supariyani akhirnya menggugat Polda Bali melalui jalur praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar atas ditetapkannya sebagai tersangka terkait kasus dugaan kejahatan perbankan yang sidang perdana akan digelar pada tanggal 29 Maret 2023 di ruang sidang Sari.
Teddy Raharjo selaku kuasa hukum Nyoman Supariyani (pemohon), Kamis (16/3/2023) mengatakan, permohonan praperadilan sudah masuk ke Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 15 Maret 2023. “Permohonan sudah masuk, sekarang tinggal menunggu jadwal sidangnya saja,” kata Teddy Raharjo yang ditemui di Denpasar.
Dikatakan pula, pihaknya mengajukan permohonan gugatan praperadilan terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Polda Bali yang beralamat di Jalan W.R Supratman Nomor 7 Denpasar karena menganggap penetapan tersangka terhadap Nyoman Supariyani berdasarkan surat Nomor : S.TAP/06/III/2023/Ditreskrimsus, tanggal 3 Maret 2023 cacat hukum.
Cacat hukum, karena menurut Teddy Raharjo, kliennya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus perbankan yang sebelumnya sudah mengantarkannya ke penjara untuk menjalani hukuman pidana selama 5 tahun, denda Rp 5 miliar subsider 3 bulan kurungan sebagaimana putusan majelis hakim tingkat kasasi Nomor 1366/K/PID.SUS/20189 tanggal 3 Mei 2019.
Dalam putusan kasasi itu, kata Teddy Raharjo, majelis hakim menyatakan menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi, yang artinya putusan kembali ke putusan Pengadilan Tinggi Denpasar.
Dimana putusan PT Denpasar menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut sebagai anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
“Atas putusan ini klien kami sudah menjalani hukuman sebagaimana dalam amar putusan itu. Sekarang bagaimana mungkin klien kami bisa ditetapkan sebagai tersangka atas kasus yang pernah membawanya ke penjara?, ini menurut kami janggal sehingga kami mengajukan gugatan praperadilan,” tegas Teddy Raharjo.
Diceritakan Teddy Raharjo, bahwa kasus yang mengantarkan kliennya ke penjara itu berawal dari adanya kerja sama antara BPR KS dengan salah satu Lembaga Penyaluran Tenaga (LPK) yang direkomendasikan oleh Disnaker Provinsi Bali yaitu PT. IHSC. Saat itu BPR KS sedang berkembang pesat dengan menerima berbagai penghargaan dan total aset yang dimiliki saat itu mencapai Rp. 56.000.000.000.
Tapi dalam perjalanannya, kredit atau kerja sama tersebut dianggap menimbulkan permasalahan hingga dilikuidasi dan Pemohon (Nyoman Supariyani) juga telah pernah diperiksa, diadili dan telah diputus di Pengadilan yang sama dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), serta telah pula menjalankan vonis tersebut, bahkan sudah bebas.
Tapi Sebagaimana Laporan Polisi nomor LP/ 453/ XII/2020/Bali/SPKT tanggal 15 Desember 2020 kemudian muncul Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus Tentang Penetapan Tersangka, yang menerangkan bahwa pemohon menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana perbankkan dengan cara secara berlanjut melakukan pencatatan palsu dalam sistem perbankan atas penggunaan uang milik PT. BPR KS Bali Agung Sedana dengan total sebesar Rp. 4.800.000.000 yang tercatat seolah-olah sebagai pembayaran cicilan pembelian gedung kantor.
Pemohon dijerat dengan pasal 37E ayat (1) Huruf a jo pasal 49 Ayat (1) huruf a UU RI nomor 23 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan sektor Keuangan jo Pasal 49 UU RI nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan jo pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU RI nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 64 ayat (1) KUHP .
Terkait surat penetapan tersangka berikut pasal yang disangkakan, Teddy menjelaskan, pemohon praperadilan pada tahun 2017 telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana Perbankan sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 8 Oktober 2018.
Putusan tersebut menyatakan terdakwa Nyoman Supariyani atau pemohon tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai Anggota Dewan Komisaris Direksi atau Pegawai bank dengan sengaja tidak melaksanakan langkah langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam UU Ini dan perundang undangan lainnya.
Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap pemohon berikut dengan sangkaan pasal yang disangkakan terhadap tersangka berdasarkan surat ketetapan Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus Tentang Penetapan Tersangka ini merupakan Surat Ketetapan yang cacat hukum karena bertentangan dengan pasal 76 KUHP yang menyatakan melarang untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang telah dijatuhi pidana dan putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
“Dalam Pasal 76 ayat (1) KUHP dijelaskan, kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut,” jelas Teddy.
Dijelaskan lagi, Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 8 Oktober 2018 dengan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus merupakan hal yang sama, dengan demikian rangkaian hukumnya merupakan pengulangan dan dapat dikatakan Ne Bis In Idem.
Bahwa Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus tanggal 3 Maret 2023 bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 1956 mengingat obyek sengketa adalah jual beli Gedung milik aset BPR KS dimana BPR KS telah membeli dari P.I Made Yance Dwiputra secara dibawah tangan.
Atas hal itu, Pemohon telah melayangkan gugatan terhadap P.I Made Yance Dwiputra dan LPS selaku Pelapor dalam Laporan Polisi nomor LP/ 453/ XII/2020/Bali/SPKT tanggal 15 Desember 2020. Sebagaimana gugatan nomor : 1258/Pdt.G/2022/PN Dps.”Gugatan ini kami layangkan sebelum dikeluarkannya surat penetapan tersangka,” tegas Teddy.
Dengan demikian, sebagaimana ketentuan pasal 81 KUHP menyebutkan penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan Pra Yudisial, menunda daluwarsa. “Maka sudah selayaknya Surat Nomor : S.Tap/06/III/2023/Ditreskrimsus tanggal 3 Maret 2023 tentang penetapan tersangka terhadap pemohon dibatalkan,”pungkas Teddy Raharjo.(DN)